Di bawah rel yang sesekali bergetar
berdiri kokoh bangunan berpilar
tertutup rapat tanpa jendela luar
pagi ini tak kulihat matahari tlah bersinar
mungkin aku yang nglindur
atau ini memang belum masuk waktu fajar. . .?
kuintip sela-sela pintu samping wisma
cahaya mentari ternyata menembus dimensi penglihatanku yang belum prima
sementara di atas rel lagi-lagi sang kereta membuat gempa
mengingatkanku sebuah peristiwa
yang disiarkan di sebuah layar kaca
walau aku tak mengalami secara nyata
tapi gempa itu nyata
menghilangkan ratusan nyawa
kembali ku merenungkan jalinan peristiwa
aku masih mampu menghirup udara
aku masih mampu menggerakkan jemari di atas tombol huruf dan angka
aku masih mampu mengeluarkan angin busuk tak berupa
aku masih mampu mendengar bunyi-bunyi yang berirama
aku masih mampu menginjakkan kaki di tekel berwarna
aku masih mampu menggerakkan jiwa dan raga
dan kusadari bahwa. . .
aku masih berperan sebagai manusia.
berdiri kokoh bangunan berpilar
tertutup rapat tanpa jendela luar
pagi ini tak kulihat matahari tlah bersinar
mungkin aku yang nglindur
atau ini memang belum masuk waktu fajar. . .?
kuintip sela-sela pintu samping wisma
cahaya mentari ternyata menembus dimensi penglihatanku yang belum prima
sementara di atas rel lagi-lagi sang kereta membuat gempa
mengingatkanku sebuah peristiwa
yang disiarkan di sebuah layar kaca
walau aku tak mengalami secara nyata
tapi gempa itu nyata
menghilangkan ratusan nyawa
kembali ku merenungkan jalinan peristiwa
aku masih mampu menghirup udara
aku masih mampu menggerakkan jemari di atas tombol huruf dan angka
aku masih mampu mengeluarkan angin busuk tak berupa
aku masih mampu mendengar bunyi-bunyi yang berirama
aku masih mampu menginjakkan kaki di tekel berwarna
aku masih mampu menggerakkan jiwa dan raga
dan kusadari bahwa. . .
aku masih berperan sebagai manusia.
@WismaBawahRel
06.57 WIB